ManfaatKan Waktu Sebaik-baikNya

Selasa, 08 Maret 2011

Waktu tak terasa berjalan karena aktivitas yang kita lakukan, hingga tiba-tiba sampai Ulangan Akhir Semester.
How The Result? Memuaskan? Pas-pasan? Atau memprihatinkan?
Wah bahaya nih kalo' hasilnya seperti terakhir, harus ada banyak introspeksi diri, di sekolah dan juga di rumah.
Sohib muda, kehidupan kita terus berputar dan tidak berhenti sedetik pun. Senang, Sukses, Susah, gagal atau apalah. Kita pasti pernah merasakan bagaimana bahagianya ketika kita meraih apa yang kita cita-citakan dan juga bagaimana nelangsanya ketika kita belum berhasil. Seperti halnya roda, terkadang kita berada diatas dan terkadang pula dibawah.
Apa yang harus kita lakukan jika kita belum berhasil pada fase kehidupan kita saat ini? Feel Frustared? No way.
Ingat kisah Thomas Alfa Edison saat menemukan bola lampu, Sohib Muda? Thomas Alfa Edison dalam waktu 2 tahun melakukan percobaan terhadap 6000 bahan. barulah pada 21 Oktober 1879 dia berhasil menemukan lampu pijar pertama yang dapat menyala selama 40 jam. Bagaimana jika pada saat melakukan percobaan ke-10 Thomas frustasi, putus asa dan menyerah? Bisa jadi saat ini kita belum bisa beraktivitas dimalam hari karena belum ada lampu.

Never Stop to Learn
Pepatah mengatakan belajar itu sejak dalam buaian hingga ke liang lahat. Hidup adlah Pilihan. Dan setiap pilihan pasti ada konsekuensi yang harus dipertanggungjwabkan. Belajar tidak sekedar di sekolah, tapi disetiap kejadian dalam hidup kita. Setiap hari kita mengalami ujian, Yakni Ujian kehidupan. Jadi, pada dasarnya ulangan semester hanya sebagian kecil saja yang harus kita usahakan bukan?
Belajar dari kegagalan yang kita alami atau yang dialami orang lain, jangan sampai kita berputus asa dan memutuskan berhenti untuk belajar. Menyerah dan putus asa bukanlah ciri remaja muslim sejati. Kalau untuk saat ini nilai kita belum memuaskan, maka kewajiban kita untuk memperbaikinya. Selalu ada kesempatan kedua untuk kebaikan. Yakin deh, Allah swt pasti kasih kemudahan buat kita asal kita mau berusaha.

Positive Thinking
Pikiran negatif bisa mempengaruhi action. Jika kita berfikir sesuatu itu susah, maka jadilah susah. Mulai sekarang, Sohib muda harus belajar berpikiran positif terhadap hal yang akan kita hadapi. Karena ini akan berpengaruh pada otak kita, "aku pasti bsa" ini adalah salah satu pikiran positif yang akan memotivasi kita. Terlebih untuk ngadepin UAS, Percaya deh...

Never Feel We Are Failed
Jangan berfikir bahwa kita telah gagal pada kehidupan kita. Percaya bahwa Allah telah memberikan yang terbaik buat kita. Untuk saat ini kita masih harus"belajar/usaha" sehingga jika tiba pada saatnya nanti kita telah siap, maka Allah akan memberikan kesuksesan itu kepada kita.
Sebagai seorang pemuda, kita memiliki masa depan yang masih panjang, energi yang masih full. Masih banyak hal yang harus kita pelajari dari kehidupan ini jika kita tidak mau ketinggalan dan terlindas waktu. Jika saat ini status kita masih sbg pljar, maka nikmati dan lakukan yang terbaik yang kita bisa. Menggunakan kesempatan yang ada, teknologi dan fasilitas yang diberikan orang tua dengan bijaksana. Jangan sampai kita terlena dengan kemudahan yang kita punya sehingga pada saat kita susah kita menjadi terpuruk. 
Gagal itu biasa kok, tinggal bagaimana kita menyikapinya. Nangis? Marah-marah? Ngambek? Nggak mau makan? atau yang lain sbagainya, kalau seperti itu namanya menyakiti diri sendiri. Nggak ada untungnya dan nggak akan merubah nilai jadi 9 smua.
Kisah Thomas diatas adalah satu dari sekian contoh yang bsa kita pelajari, bangkit dari setiap kegagalan. Sohib Muda, Allah tidak akan merubah nasib seseorang kecuali dia mau berusaha untuk merubah nasibnya. Come on guys wake up! Bukankah nasi sudah jadi bubur, bakal jadi enak kalo kita jadikan bubur ayam.
hehehe.. Live Is Never Flat!!

Mulia Dengan Ucapan Salam


Ada apa sih Kak?” Umar tiba-tiba menarik kedua tangan adiknya, hingga posisinya berubah dari posisi duduk bersila menjadi tegak berdiri.
Saatnya kita beraksi, Nif!” Umar memaksa Hanif berjalan keluar.
Ke mana?” Hanif nampaknya keberatan meninggalkan acara televisi favoritnya yang hanya tayang tiap Ahad pagi.
Umar tersenyum dan menjawab, “Aku ingin traktir makanan favoritmu, Bakso!” Hanif pun tersenyum lebar.
Sesampainya di Pasar, Hanif menggerutu, karena diajak berkeliling pasar dahulu dan tidak langsung menuju Warung Bakso Sapi halal langganan mereka.

Assalamu’alaykum Warohmatullaah,” ucap Umar tiap melewati orang-orang yang mereka jumpai, dan disambut salam serupa atau terkadang dijawab lebih panjang oleh orang yang ia salami. Beberapa kali, Umar mengiringi salamnya dengan menjabat tangan. Karena tidak ingin membuat adiknya jengkel, setelah berkeliling memutari pasar, Umar menghentikan ‘aksi salamnya’ dan segera menuju ke warung bakso.
Kak Umar kurang kerjaan!” gerutu Hanif, ketika mereka sudah sampai di warung bakso.
Siapa bilang? Aku melakukan yang disunnahkan oleh Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam, menyebarkan salam biar jadi orang mulia. Daripada nonton televisi yang nggak jelas? Udahlah, Hanif mau Bakso kan?
Umar memang kakak teladan, selalu mensyiarkan syariat islam dengan unik, apalagi dengan adik kecilnya yang baru berumur enam tahun. Di satu sisi Ia tidak ingin mengganggu hari libur adiknya, namun di sisi lain ia tidak tega melihat adiknya terus diracuni tayangan televisi yang tidak bermanfaat. Maka, Ia pun mengalihkan liburan adiknya ke sesuatu yang lebih bermanfaat; menyebarkan salam. Sebenarnya yang dilakukan Umar adalah teladan dari sahabat Abdullah bin Umar. Suatu hari, Thufail Bin Ubay Bin Ka’ab datang lagi ke rumah Abdullah Bin Umar, dan diajak lagi ke pasar. Maka Thufail bertanya, ”Perlu apa kita ke pasar? Kamu sendiri  bukanlah seorang pedagang dan tidak ada kepentingan menanyakan harga barang atau menawar barang. Lebih baik bila kita duduk bercengkerama di sini”. Abdullah Bin Umar menjawab, ”Hai Abu Bathn! Sebenarnya kita pergi ke pasar hanya untuk memasyarakatkan salam. Kita beri salam kepada siapa saja yang kita temui di sana!” (HR. Malik dalam kitab Al Muwatha’ dengan sanad shahih).
Hukum mengucapkan salam adalah sunnah yang amat dianjurkan (sunnah mu’akadah). Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, ”Jika seseorang di antara kalian berjumpa dengan saudaranya, maka hendaklah memberi salam kepadanya. Jika antara dia dan saudaranya terhalang pepohonan, dinding atau bebatuan; kemudian mereka berjumpa kembali, maka ucapkan salam kepadanya” (HR. Abu Daud).
Sedangkan hukum menjawab salam adalah wajib. Sebagaimana firman Allah Ta’ala (yang artinya), “Apabila kamu dihormati dengan suatu penghormatan, maka balaslah yang lebih baik atau balaslah dengan yang serupa. Sesungguhnya Allah memperhitungkan segala sesuatu” (QS. An Nisaa’[4]: 86).
Adab dalam mengucapkan salam pun perlu diperhatikan.
Adab Pertama:
Urutan salamyang disabdakan Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam dalam hadits Riwayat Bukhary adalah sebagai berikut:
  1. Orang yang berkendaraan memberi salam kepada yang berjalan
  2. Orang yang berjalan memberi salam kepada orang yang duduk
  3. Rombongan yang sedikit memberi salam kepada rombongan yang lebih banyak
  4. Yang kecil (muda) memberi salam kepada yang besar (tua)
Adab Kedua:
Adab salam kedua adalah mendahului salamTerlepas dari urutan dalam memberi salam, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam mengajarkan untuk mendahului dalam memberi salam. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallammengajarkan, justru yang memulai salam itulah orang yang lebih mulia.
Sabdanya, ”Seutama-utama manusia bagi Allah adalah yang mendahului salam (HR. Abu Daud dan Tirmidzi). Seseorang pernah bertanya kepada Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam, Ya Rasulullah, jika dua orang bertemu muka, manakah di antara keduanya yang harus terlebih dahulu memberi salam?” Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam menjawab, ”Yang lebih dekat kepada Allah (yang berhak terlebih dahulu memberi salam)” (HR. Tirmidzi).
Adab Ketiga:
Adab salamketiga adalah menjawab setara atau LebihApabila ada seseorang yang memberi salam kepada kita, maka idealnya kita memberikan jawaban yang sama (setara). Misalkan seseorang mengucapkan salam kepada kita, ”Assalaamu ‘alaikum warahmatuulaah!” Minimal kita harus menjawab, ”Wa’alaikumussalaam warahmatullaah!”
Adab Keempat:
Adab salam keempat adalah menjabat tanganSelain mengucapkan salam, akhlaq yang indah (karimah) bagi seorang Muslim ketika bertemu dengan saudaranya adalah menjabat tangannya dengan hangat. Seseorang bertanya kepada Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa salam, ”Wahai Rasulullah, jika seseorang dari kami bertemu dengan saudaranya atau temannya apakah harus menunduk-nunduk?” Jawab Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam, ”Tidak!” Tanyanya, ”Apakah harus merangkul kemudian menciumnya?” Jawab Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam, ”Tidak!” Tanyanya sekali lagi, ”Apakah meraih tangannya kemudian menjabatnya?” Jawab Rasulullahshallallahu ‘alaihi wa sallam, Ya!” (HR. Muslim).
Selain memiliki nilai kehangatan dan persahabatan (ukhuwwah), jabatan tangan juga akan menghapus dosa di antara kedua muslim yang melakukannya. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, ”Tidaklah dua orang Muslim yang bertemu kemudian berjabat tangan kecuali Allah akan mengampuni dosa keduanya sampai mereka melepaskan jabatan tangannya” (HR. Abu Daud). Yang tetap perlu diperhatikan hendaklah lelaki tidak berjabat-tangan dengan wanita yang bukan mahromnya; demikian pula sebaliknya.
Adab Kelima:
Adab salam kelima adalah berwajah manis dan tidak memalingkan wajah. Sabda Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam, ”Jangan kalian meremehkan kebaikan sedikit pun, meskipun hanya wajah yang manis saat bertemu dengan saudaramu” (HR. Bukhari). Yang dimaksud berwajah manis adalah penampilan yang menyenangkan serta senyum yang mengembang. Tentu saja, ketika mengucapkan salam, diusahakan menatap wajah yang disalaminya.
Makna salam adalah do’a seorang Muslim kepada saudaranya seiman. Kata “Assalaamu ‘alaikum warahmatullaahi wabarakaatuh” mempunyai makna “Semoga seluruh keselamatan, rahmat dan berkah  dianugerahkan Allah kepada kalian”. Nilai do’a dalam kandungan salam ini menjadi salah satu dasar mengapa salam tidak dapat diberikan kepada orang-orang non Muslim.
Do’a seorang muslim kepada non muslim adalah do’a supaya mereka mendapat petunjuk masuk dalam pangkuan Islam. Demikianlah do’a Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam kepada orang non muslim, ”Ya Allah berilah petunjuk kepada kaumku, karena sesungguhnya mereka orang yang tidak mengerti” (Sirah Nabawiyah, Abul Hasan ali An Nadwi).

Penyakit Lupa Dalam Menuntut Ilmu


Pertanyaan.
Syaikh Shalih bin Abdul Aziz Ali Syaikh ditanya, “Saya seorang yang mempunyai keinginan untuk menuntut ilmu dan ingin memberi manfaat kepada orang lain. Akan tetapi problem yang dihadapi adalah selalu lupa dan tidak teringat sedikitpun dalam pikiran saya akan ilmu yang saya dengar. Apakah nasehat Syaikh kepada saya ? Semoga subhanahu wa ta’ala membalas kebaikan antum ya Syaikh.
Jawaban
Segala puji bagi Allah subhanahu wa ta’ala, manusia berbeda-beda dalam menuntut ilmu, tidak setiap penuntut ilmu menghafal ilmu yang telah ia dengarkan. Akan tetapi (ia tentu) hafal sedikit dari ilmu yang ia dengar. Ilmu itu diperoleh sedikit demi sedikit. Jika terus menerus diulang maka akan hafal. Saya menasehati agar berusaha dan bersungguh-sungguh menghafal Al-Qur’an. Karena menghafal itu adalah suatu tabiat, dengan menghafal dan mengulang-ulangi, maka hafalan akan terus bertambah dan akan semakin kuat.
Barangsiapa bersungguh-sungguh ia akan dapati bahwa dengan menghafal Al-Qur’an akan memulai jalan untuk membuka “daya hafalannya”. Jika penanya belum hafal Al-Qur’an, hendaklah menghafal Al-Qur’an. Oleh karena itu sejumlah ulama pada masa lalu tatkala seorang penuntut ilmu masuk ke masjid ingin berguru dan menuntut ilmu kepada para syaikh setiap hari, sedangkan ia belum hafal Al-Qur’an, maka para syaikh tersebut berkata kepadanya,”Hafalkan Al-Qur’an terlebih dahulu! Setelah hafal kembalilah kepada kami! (yang demikian itu) karena menghafal Al-Qur’an akan membukakan “kekuatan untuk mengingat”.
Oleh karena seseorang yang telah mencoba menghafal Al-Qur’an, misalnya ia menghafal 10 juz, butuh waktu 8 jam untuk menghafalkannya. Ia pun harus mengulangnya kala itu. Akan tetapi setelah pada 20 juz yang terakhir, akan mudah dan mudah (sekali), hingga barangkali ia hafal 3/8 dari ½ juz dalam waktu antara maghrib dan isya atau sesudah subuh. Ini adalah suatu kenyataan, karena daya ingat akan terus bertambah jika selalu dilatih dan dipraktekkan. Oleh karena itu saya menasehatinya agar menghafal Al-Qur’an dan sungguh-sungguh dalam menuntut ilmu, karena ilmu akan bertambah dengan izin Allah Jalla Jalaluhu dan hafalan akan datang insya Allah.

Lemah Lembutlah Dalam Bertutur Kata


Segala puji bagi Allah, Rabb yang berhak disembah. Shalawat dan salam kepada Nabi kita Muhammad, keluarga, para sahabat dan orang-orang yang mengikuti mereka dengan baik hingga akhir zaman.
Semakin maju zaman, semakin manusia menjauh dari akhlaq yang mulia. Perangai jahiliyah dan kekasaran masih meliputi sebagian kaum muslimin. Padahal Islam mencontohkan agar umatnya berakhlaq mulia, di antaranya adalah dengan bertutur kata yang baik. Akhlaq ini semakin membuat orang tertarik pada Islam dan dapat dengan mudah menerima ajakan. Semoga Allah menganugerahkan kepada kita perangai yang mulia ini.

Perintah Allah untuk Berlaku Lemah Lembut
Allah Ta'ala berfirman,
وَاخْفِضْ جَنَاحَكَ لِلْمُؤْمِنِينَ
Dan berendah dirilah kamu terhadap orang-orang yang beriman. ” (QS. Al Hijr: 88)
Syaikh Muhammad Al Amin Asy Syinqithi mengatakan, “'Berendah dirilah' yang dimaksud dalam ayat ini hanya untuk mengungkapkan agar seseorang berlaku lemah lembut dan tawadhu' (rendah diri).”[1] Jadi sebenarnya ayat ini berlaku umum untuk setiap perkataan dan perbuatan, yaitu kita diperintahkan untuk berlaku lemah lembut. Ayat ini sama maknanya dengan firman Allah Ta'ala,
فَبِمَا رَحْمَةٍ مِّنَ الله لِنتَ لَهُمْ وَلَوْ كُنْتَ فَظّاً غَلِيظَ القلب لاَنْفَضُّواْ مِنْ حَوْلِكَ
“ Maka disebabkan rahmat dari Allah-lah kamu berlaku lemah lembut terhadap mereka. Sekiranya kamu bersikap keras lagi berhati kasar, tentulah mereka menjauhkan diri dari sekelilingmu.” (QS. Ali Imron: 159). Yang dimaksud dengan bersikap keras di sini adalah bertutur kata kasar.[2] Dengan sikap seperti ini malah membuat orang lain lari dari kita.
Al Hasan Al Bashri mengatakan, “Berlaku lemah lembut inilah akhlaq Muhammad shallallahu 'alaihi wa sallam yang di mana beliau diutus dengan membawa akhlaq yang mulia ini.”[3]

Keutamaan Bertutur Kata yang Baik

Pertama: Sebab Mendapatkan Ampunan dan Sebab Masuk Surga
Dari Abu Syuraih, ia berkata pada Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam,
يَا رَسُولَ اللَّهِ، دُلَّنِي عَلَى عَمِلٍ يُدْخِلُنِي الْجَنَّةَ
Wahai Rasulullah, tunjukkanlah padaku suatu amalan yang dapat memasukkanku ke dalam surga.” Beliau bersabda,
إِنَّ مِنْ مُوجِبَاتِ الْمَغْفِرَةِ بَذْلُ السَّلامِ، وَحُسْنُ الْكَلامِ
Di antara sebab mendapatkan ampunan Allah adalah menyebarkan salam dan bertutur kata yang baik.[4]

Kedua: Mendapatkan Kamar yang Istimewa di Surga Kelak
Dari 'Ali, Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda, “Di surga terdapat kamar-kamar yang bagian luarnya dapat dilihat dari dalam dan bagian dalamnya dapat dilihat dari luar.” Kemudian seorang Arab Badui bertanya, “Kamar-kamar tersebut diperuntukkan untuk siapa, wahai Rasulullah?” Beliau pun bersabda,
لِمَنْ أَطَابَ الْكَلاَمَ وَأَطْعَمَ الطَّعَامَ وَأَدَامَ الصِّيَامَ وَصَلَّى لِلَّهِ بِاللَّيْلِ وَالنَّاسُ نِيَامٌ
Kamar tersebut diperuntukkan untuk siapa saja yang tutur katanya baik, gemar memberikan makan (pada orang yang butuh), rajin berpuasa dan rajin shalat malam karena Allah ketika manusia sedang terlelap tidur.[5]

Ketiga: Bisa menggantikan Sedekah
Dari Abu Hurairah, Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda,
الْكَلِمَةُ الطَّيِّبَةُ صَدَقَةٌ
Tutur kata yang baik adalah sedekah.[6]
Dari 'Adi bin Hatim, Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda,
اتَّقُوا النَّارَ وَلَوْ بِشِقِّ تَمْرَةٍ فَإِنْ لَمْ تَجِدُوا فَبِكَلِمَةٍ طَيِّبَةٍ
Selamatkanlah diri kalian dari siksa neraka, walaupun dengan separuh kurma. Jika kalian tidak mendapatkannya, maka cukup dengan bertutur kata yang baik.[7]
Ibnul Qayyim mengatakan, “Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam menjadikan tutur kata yang baik sebagai pengganti dari sedekah bagi yang tidak mampu untuk bersedekah.”[8]
Ibnu Baththol mengatakan, “Tutur kata yang baik adalah sesuatu yang dianjurkan dan termasuk amalan kebaikan yang utama. Karena Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam (dalam hadits ini) menjadikannya sebagaimana sedekah dengan harta. Antara tutur kata yang baik dan sedekah dengan harta memiliki keserupaan. Sedekah dengan harta dapat menyenangkan orang yang diberi sedekah. Sedangkan tutur kata yang baik juga akan menyenangkan mukmin lainnya dan menyenangkan hatinya. Dari sisi ini, keduanya memiliki kesamaan (yaitu sama-sama menyenangkan orang lain).”[9]

Keempat: Menyelematkan Seseorang dari Siksa Neraka
Dalilnya adalah hadits Adi bin Hatim di atas. Ibnu Baththol mengatakan, “Jika tutur kata yang baik dapat menyelamatkan dari siksa neraka, berarti sebaliknya, tutur kata yang kotor (jelek) dapat diancam dengan siksa neraka.”[10]

Kelima: Dapat Menghilangkan Permusuhan
Ibnu Baththol mengatakan, “Ketahuilah bahwa tutur kata yang baik dapat menghilangkan permusuhan dan dendam kesumat. Lihatlah firman Allah Ta'ala,
ادْفَعْ بِالَّتِي هِيَ أَحْسَنُ فَإِذَا الَّذِي بَيْنَكَ وَبَيْنَهُ عَدَاوَةٌ كَأَنَّهُ وَلِيٌّ حَمِيمٌ
Tolaklah (kejelekan itu) dengan cara yang lebih baik, maka tiba-tiba orang yang antaramu dan antara dia ada permusuhan seolah-olah telah menjadi teman yang sangat setia.” (QS. Fushilat: 34-35). Menolak kejelekan di sini bisa dengan perkataan dan tingkah laku yang baik.”[11]
Sahabat yg mulia, Ibnu 'Abbas -radhiyallahu 'anhuma- mengatakan, "Allah memerintahkan pada orang beriman untuk bersabar ketika ada yang membuat marah, membalas dengan kebaikan jika ada yang buat jahil, dan memaafkan ketika ada yang buat jelek. Jika setiap hamba melakukan semacam ini, Allah akan melindunginya dari gangguan setan dan akan menundukkan musuh-musuhnya. Malah yang semula bermusuhan bisa menjadi teman dekatnya karena tingkah laku baik semacam ini."
Ibnu Katsir rahimahullah mengatakan, "Namun yang mampu melakukan seperti ini adalah orang yang memiliki kesabaran. Karena membalas orang yg menyakiti kita dengan kebaikan adalah suatu yang berat bagi setiap jiwa."[12]
Berlaku Lemah Lembut Bukan Berarti Menjilat
Perlu dibedakan antara berlaku lemah lembut dengan tujuan membuat orang tertarik dan berlaku lembah lembut dengan maksud menjilat. Yang pertama ini dikenal dengan mudaroh yaitu berlaku lemah lembut agar membuat orang lain tertarik dan tidak menjauh dari kita. Yang kedua dikenal dengan mudahanah yaitu berlaku lemah lembut dalam rangka menjilat dengan mengorbankan agama. Sikap yang kedua ini adalah sikap tercela sebagaimana yang Allah firmankan,
وَدُّوا لَوْ تُدْهِنُ فَيُدْهِنُونَ
Maka mereka menginginkan supaya kamu bersikap lunak lalu mereka bersikap lunak (pula kepadamu).” (QS. Al Qalam: 9)
Ibnu Jarir Ath Thobari menafsirkan ayat di atas, “Wahai Muhammad, orang-orang musyrik tersebut ingin kalian berlaku lembut pada mereka (dengan mengorbankan agama kalian) dengan memenuhi seruan untuk beribadah kepada sesembahan mereka. Jika kalian demikian, maka mereka akan berlaku lembut pada kalian dalam ibadah yang kalian lakukan pada sesembahan kalian.”[13]
Oleh karenanya, orang yang bersikap mudaroh akan berlemah lembut dalam pergaulan tanpa meninggalkan sedikitpun prinsip agamanya. Sedangkan orang yang bersikap mudahin, ia akan berusaha menarik simpati orang lain dengan cara meninggalkan sebagian dari prinsip agamanya.
Hendaknya kita bisa memperhatikan perbedaan antara mudaroh dan mudahanah. Lemah lembut yang dituntunkan adalah dalam rangka membuat orang tertarik dengan akhlaq kita yang baik. Sikap pertama inilah yang akan membuat orang menerima dakwah, namun tetap dengan mempertahankan prinsip-prinsip beragama. Sedangkan lemah lembut yang tercela adalah jika sampai mengorbankan sebagian prinsip beragama dan mendiamkan kemungkaran tanpa adanya pengingkaran minimalnya dengan hati.

Semoga Allah senantiasa menganugerahkan kepada kita tutur kata yang baik dan akhlaq yang mulia. Segala puji bagi Allah yang dengan nikmat-Nya segala kebaikan menjadi sempurna.